Rabu, 04 September 2019

Percayalah.

aku mengenal seorang perempuan yang merasa kebahagiaan yang paling bahagia adalah ketika sepasang kekasih yang saling mencintai dengan tulus dan sederhana. 
aku mengenal seorang perempuan yang di dalam dadanya, rindu-rindu meletup serupa kembang api. tiap malam dihitungnya air mata, ia terbangkan pula doa-doa, meminta semesta menjaga orang yang ia cinta jauh di luar dekapannya.
ada banyak rindu yang tak ia kirimkan karena takut mengganggu, lebih banyak lagi rindu yang ia kirimkan tapi justru kembali mengetuk pintu.
sampai ia lelah. lalu ia berkelana ke pasar-pasar, menjajakan rindu yang begitu besar.
ia akan membagi apapun yang ia ingin bagi. termasuk rindu yang tak habis-habis membuat dadanya nyeri. ia akan menjual apapun yang bisa ia jual, termasuk rindu yang tak sudah-sudah membuat dadanya kesal. 

ia membeli kebahagiaan di sepanjang perjalanan dengan sabar dan syukur sebab dalam hati dan fikirannya sudah terlalu banyak kesedihan yang merimbun. 
ia percaya tidak ada orang lain yang mampu menyelamatkanya termasuk beberapa orang yang mencintainya. 
ia tetap berjalan, menjajankan kepingan kecewa yang tak akan pernah habis itu dengan kekuatan dan kebahagiaan yang sederhana. sebab yang ia tau orang yang sempat dicintainya sepenuh hati sudah bahagia. kini perempuan itu menjadi  teduh, tadah bagi dirinya sendiri untuk segala yang tak sudi sudah diseduh sedih itu,

Percayalah, perempuan itu adalah aku.

Selasa, 20 Agustus 2019

Teruntuk Ibu

Ibu mengajariku untuk berkelana. pergi sejauh-jauhnya dalam mencari makna. terbata mengeja setiap genap ganjil dunia. mengamati tingkah polah orang-orang asing yang kutemui. tentang cerita luar biasa yang terdapat di dalam mereka. tentang seorang perempuan tua yang suatu sore membelah senja menuju anaknya. tentang bapak tua yang tergopoh membawa beban di pundak. tentang sepasang muda yang saling mendekap lalu merentangkan pelukan. tentang yang pergi dan kembali. juga tentang sepi dan kehilangan tanpa salam perpisahan.

ibu mengajariku untuk selalu kuat melawan ombak. seperih pedih apapun luka, pada akhirnya akan menjadi masa lalu juga. seperti sebuah kisah menarik yang kutemui dari seorang bapak tua pengayuh becak. tentang senyumnya yang tetap sumringah, meski kakinya berdarah-darah. 'demi anak dan ibunya, semua tak ada apa-apanya,' katanya.

ibu mengajariku untuk selalu pulang. sejauh-jauh kaki melangkah, tempat ternyaman untuk kembali adalah rumah. untuk merebahkan kepala sambil menceritakan kisah-kisah hebat yang sudah kudapatkan. menikmati sisa usia dengan kedewasaan pikir dan kerendahan hati. menjadi seorang sederhana yang mengenal siapa dirinya.


Pada segalamu aku belajar banyak hal. Keteguhan, ketulusan, ketegaran, kesetiaan untuk percaya bahwa sabar dan syukur adalah sebaik-baiknya penerimaan. Aku telah jauh melangkah. Perlahan menyusuri jejak-jejak impian. Tertatih mengemas usaha untuk mewujudkan. Bersama lirih-lirih doa yang kau ajarkan. "Doa adalah senjata orang beriman. Maka jangan angkuh dan pongah merasa bahwa segala dapat kauupayakan sendirian. Serahkan pada Tuhan yang menciptakan segala kekuasaan."


Jakarta, 20 Agustus 2019

Senin, 29 April 2019

Aku Tak Pernah Ingin Membuatmu Marah


Aku tak pernah ingin membuatmu marah. Aku pernah begitu takut dan ringkih melihat nyalak matamu yang berapi-api, atau  mulutmu tanpa sengaja mengeluarkan kata-kata yang membuatku sakit hati. Saat itu, aku berujar pada hatiku sendiri bahwa aku tak boleh membuatmu marah lagi. Aku tak ingin melihat sorot mata penuh kebencian darimu yang menyiratkan seolah aku tak pantas berada di hadapanmu untuk kedua kali. Aku kehilangan dirimu yang mencintaiku saat itu.

Aku tak pernah ingin membuatmu marah. Membiarkanmu larut dalam kedengkian-kedengkian akibat prasangka yang datang silih berganti. Membakar segenap perasaan cinta yang selama ini terjaga. Mengasingkan sosokku yang ada di hadapanmu seperti seseorang yang tak pernah kau kenal. Aku kehilangan kau yang menyayangiku saat itu.

Aku tak pernah ingin membuatmu marah. Tapi suatu kali, aku tak selalu bisa menahan kekeliruan dan kesalahan. Melakukan tindak tanduk bodoh yang akhirnya membuatmu jenuh dan muak. Menjadi perempuan paling menjengkelkan yang membuatmu muntab. Hingga pada akhirnya, masa itu datang lagi. Suatu fase ketika kau akhirnya memutuskan untuk benar-benar marah. Aku kehilangan aku yang sudah berjanji saat itu.

Aku tak pernah ingin membuatmu marah. Mengangankan kau untuk tetap mesra dan baik-baik saja. Tapi siapa sangka, aku yang pernah berjanji ini, nyatanya tak selalu mampu memenuhi ucapannya. Maka pada saat kau marah, -sebenarnya-tiada yang paling menyesal selain diriku sendiri. Sebab aku telah gagal berupaya untuk bisa menjadi seseorang yang selalu menyenangkan dan menenangkanmu.

Tapi, percayalah. Pada setiap kekurangan dan keterbatasanku. Aku tak pernah ingin membuatmu marah. 

Senin, 26 November 2018

Suatu Hari di sebuah Hutan

Aku ingin seperti hutan. Ia teduh, tadah untuk segala yang tak sudi sudah diseduh sedih itu. Aku ingin menjadi sepertinya, meneduhkan bayang-bayangmu yang sedari tadi lejar dan payah. Hutan yang rimba, adalah kesetiaan. Luas dan sukar ditakar. Namun seisi hatimu pohon-pohon tumbang, muskil ditumbuhi bebunga mawar.
.
Kenangan membawaku terbang menempuh hari-hari jauh. Hutan yang rimba, taman di tengah-tengah kota, restoran, dan pasar-pasar buah. Hari yang gigil; waktu memberat seperti seorang yang mengenakan mantel bulu.
Aku berharap hari-hari adalah semoga yang lekas sembuh, segala yang memilih usai sebelum hendak dimulai. Aku juga ingin tubuhku tetap utuh, sebab ibuku sering menemuiku tiba-tiba. Aku tak ingin ia bersedih, atau ia akan bersedia mengutuk wanita yang paling aku cintai.
.
Aku tumbuh dan dadaku adalah hutan yang lebat dan tak luput melibatkan kau. Segala yang yang kutampung adalah perihal tampang baik dan burukmu. Borok yang sibuk kau lunasi dengan buru-buru.
Aku tak ingin mencintaimu menjelma laut, ia dingin dan selalu ingin menenggelamkan matamu. Sedang matamu adalah muasal surga, muara puisi-puisi cinta. Aku hanya ingin mencintaimu dan menjadi hutan. Tunas-tunas yang akan tumbuh dan bercabang-cabang, berkejaran dan berlarian. Alangkah teduh! Alangkah indah! Lalu tiba-tiba di rimbun matamu, mengalir sebuah sungai yang berkejaran mencari muara.

Jember, 26 November 2018

((Terimakasih untuk puisi kesekian kalinya, sukrosa.♥️))

Minggu, 13 Mei 2018

Ini Tentang Lelakiku, Sukrosa.


saya rasa bukan hal yang mengada-ngada saat Mahatma Gandhi berkata, “Where there is love, there is life.” Sebab, saya paham betul bagaimana rasanya menemukan kembali repih-repih kehidupan yang telah lama hilang disebabkan oleh cinta.

Ini tentang laki-laki saya.
Saya mengenalnya lewat beribu-ribu huruf yang tersebar acak di jagat maya. Di antara derit sajak-sajak sendu yang beradu. Di antara puisi-puisi elegi yang menangisi sepi. Berkelindan sebagai satu yang teristimewa. Laki-laki ini tampan dan rupawan, tetapi bukan putra bangsawan. Laki-lai ini santun dan bersahaja, tetapi bukan putera maha raja.

Pernah dalam beberapa kali kesempatan ia terlihat begitu manja, seperti seorang anak kecil yang tak pernah beranjak dari ketiak ibunya saat bermain. Namun, di lain waktu, ia menjadi seorang laki-laki tangguh yang mandiri dalam memperjuangkan haknya untuk berbahagia. Ia indah dengan caranya.

Ini tentang ia.
Laki-laki yang memiliki keteduhan di dadanya. Rumah yang saya tuju untuk pulang dan merebah lelah. Tempat memakamkan rindu-rindu yang sudah lebam dan membiru dalam pelukannya. Banyak orang bilang bahwa untuk membuat seseorang jatuh cinta adalah dengan membuatnya tertawa, tetapi saya justru jatuh cinta saat melihat ia tertawa. Ada sesuatu —entah bernama apa— yang membuat saya selalu betah menatapnya berkali-kali dan berlama-lama.

Ia adalah seseorang yang bawel dalam urusan mengomeli kecerobohan dan keteledoran saya terhadap hal-hal kecil yang remeh. Seolah kedamaian akan segera padam bila saya lupa membersihkan sisa makanan yang kadang (atau mungkin seringkali) tertinggal di sekitar bibir saya. Ia adalah sebuah perwujudan dari kata teliti (kalau tak mau menyebutnya sebagai perfeksionis). Namun, ia menjadi begitu lembut saat mengusap kepala saya saat segala hal terasa tak waras dan memusingkan. Dekapnya adalah satu-satunya hal paling masuk akal yang saya punya.

Laki-laki  ini adalah seorang sabar yang menyabarkan, seorang yang tabah dan menabahkan. Ia selalu mampu memaafkan dan memberi kesempatan, meski saya tahu banyak kesalahan terlewat batas yang saya lakukan, entah saya sengaja maupun tidak. Ia selalu mau memberi saya waktu untuk memperbaiki diri, sebab ia tahu bahwa saya ingin selalu menjadi seseorang yang pantas untuk memperjuangkannya. Ia tak pernah mengungkit kesalahan sebab baginya memaafkan adalah melupakan.

Ini masih tentang ia.
Lelaki cerdas yang memiliki segala. Bagi saya, isi kepalanya adalah kegembiraan pasar malam. Padanya saya tersesat dengan sukarela. Menjadi seorang anak kecil yang riang bermain hingga tak terpikir pulang.

Ini masih tentang lelaki saya.
Seseorang yang selalu mampu menerjemahkan isi kepala saya yang penuh dengan dongeng-dongeng mustahil dan ide-ide gila. Ia tak pernah lesu saat mendengarkan saya bercerita. Ia selalu bisa membuat saya merasa menjadi perempuan hebat saat saya menjadi diri sendiri sebagaimana adanya. Ia tak pernah mengeluh meski segala hal yang saya bicarakan sebenarnya membosankan dan mengherankan. Ia tahu bagaimana cara memuliakan perempuannya.

Ini tentang kau, Sukrosa.
Seseorang yang selalu bisa membuat saya jatuh cinta.


Selamat bertambah usia. Semoga tuhan mengamini doa-doa yang selalu kau eja
Terima kasih untuk 1.500+++ hari penuh cerita. Mari menghitung lebih banyak lagi untuk waktu-waktu mendatang yang lebih menyenangkan.Tetaplah bergenggaman dan jangan pernah merenggang.

Sabtu, 12 Mei 2018

Sukrosa


Sukrosa, jadilah laki-laki paling menjengkelkan di hidupku. Jadilah egois yang selalu ingin mengalahkanku. Jadilah hangat dan menenangkan. Jadilah manis dengan sikap-sikapmu yang menyebalkan. yang selalu ingin tampak baik-baik saja meski hatimu tengah hancur berantakan. Aku tahu kau kuat, namun kau juga pasti tahu bahwa aku selalu siap menguatkanmu saat kau tercekat.


Sukrosa, sering-seringlah merangkai senyum. Meski terkadang aku harus berkacak pinggang penuh amarah, karena banyak sekali yang jatuh padamu kala senyummu merekah.

Lihatlah, entah keberuntungan apa yang semesta berikan, hingga aku yang kau pilih dari sekian banyak untukmu pilihan. Beri tahu dunia bahwa kamu terlalu pantas untuk diperjuangkan. Karena kamu memang seindah itu untuk dikagumi tanpa butuh penjelasan panjang.

Sukrosa, seberuntung itu aku akhirnya bisa memenangkan kamu.
Karena cacat dan lukaku yang kau rawat. Karena lemah dan rapuhku yang kau jadikan kuat.
Maka apa lagi yang harus kucari saat Tuhan telah memberikanku kamu? Tempat dengan ketenteraman seperti apa lagi yang harus kusinggahi saat kini kamu-duniaku-sedang duduk manis menatapku?

Sukrosa, beri tahu aku apa pun yang menjadikanmu gundah. Jadikan aku seseorang yang kauinginkan ada saat kau mulai resah. Biar aku datang dan mendengarkannya satu-persatu. Akan kudamaikan kekalutanmu seperti dulu saat kau hampiri aku dan menyelamatkan seluruh haru biruku.

Jadikan aku satu-satunya yang melihat kekacauanmu. Agar hanya aku yang mengerti dirimu. Luapkan kegagalanmu seluruhnya dalam pelukanku.
Biar dunia melihatmu sebagai hati yang tak pernah kecewa. Biar dunia mengingatmu sebagai laki-laki yang sempurna.

Terima kasih karena telah menemukanku. Terima kasih, karena perempuan itu adalah aku :)

Sabtu, 28 Oktober 2017

Kereta Perjalanan

Kehidupan adalah rangkaian perjalanan yang penuh dengan kejutan. Akan ada saatnya kita bertemu dengan orang-orang yang berbeda, pada tempat yang berbeda, pada kesempatan yang berbeda, yang nanti entah hanya berakhir sebatas tegur-sapa atau bahkan masuk dan menetap dalam lingkaran hidup kita.
Sejatinya, satu per satu dari mereka membawa pelajaran yang dititipkan Tuhan kepada kita. Tua, muda, pun anak-anak tak lepas dari bingkisan makna yang tertera di baliknya. Hanya saja, sadarkah kita?
image
Karena pada setiap pertemuan dan perpisahan, tugas kita adalah memaknainya, kewajiban kita adalah mensyukurinya, dan hak kita adalah mendapatkan hikmah darinya.
Lihatlah orang-orang di dalam kereta perjalanan hidup kita, lihat di depan, belakang, kiri, dan kanan kita. Tatap dan maknailah alasan Tuhan mengapa kita dipertemukan dengan mereka. Mengapa di dalam perjalanan hidup ini, kita ditakdirkan duduk bersama mereka.
Lagipula, kita tak perlu iri dengan kereta perjalanan orang lain, yang mungkin lebih mewah, yang mungkin berisikan orang-orang yang kita harapkan seharusnya ikut duduk dengan kita menikmati perjalanan bersama. Tak perlu seperti itu. Karena setiap orang sudah punya alur cerita dan tugasnya masing-masing, kita sendiri pun sebenarnya membawa sebuah titipan makna oleh Tuhan untuk orang lain yang kita temui. Sadarilah itu.

Pada akhirnya, ini bukan tentang perjalanannya, namun tentang bagaimana menjalani ini dengan sebaik-baiknya. 
 
Dan pada akhirnya, ini bukan tentang siapa yang bersama kita, namun tentang bagaimana diri kita bermakna untuk mereka yang ada di sekeliling kita. :)