Jumat, 24 Juni 2016

Senja, Sukrosa, Surakarta.

“Besok jadi ikut ke Surakarta kan? Jam 6 pagi, ya."

Tiga tahun lalu, aku cuma perempua patah hati. Pergi berpetualang di kota orang untuk sekadar mencari pelarian. Menyibukkan diri dari segala kenangan yang ingin dilupakan.

Tiga tahun lalu, aku cuma perempuaan kesepian yang melakukan banyak hal bodoh untuk sekadar mencari tenang dari keriuhan yang begitu ramai di dalam kepalaku sendiri.

Lalu beruntungnya, aku bertemu kamu. Lelaki yang di tautan alis dan matanya terdapat mantra untuk membuatku terpaku dan terpana. Sesuatu yang selalu betah untuk kupandangi berkali-kali dan berlama-lama.

Pencipta tenang bagi hatiku yang kesepian. Alasan yang dianugerahkan Tuhan agar aku selalu memupuk semangat dan membesarkan sabar untuk berjuang.

Senja, Sukrosa dan Surakarta. Entah dari 24 Desember 2013 saya sangat mencintai keduanya.
Mengapa? Karena saya mengenal dan menemukannya lewat beribu-ribu huruf yang tersebar acak di jagad maya, diantara derit sajak-sajak sendu yang beradu, diantara berjuta pasang mata di dunia, diantara puisi-puisi elegi yang menjerit karena sepi. Berkelindian sebagai satu yang teristimewa.
Lelaki ini baik hati dan rupawan tetapi bukan putera bangsawan. Lelaki ini santun dan bersahaja tetapi bukan putra maha raja.

Tak tau bagaimana menceritakan sosok ia. yang ku tau, ia adalah raja dalam hati. Kini dan nanti !
Desember tahun ini maupun tahun-tahun yang akan datang nanti.


NB :  Aku masih jadi penggemar tautan alis dan senyum manismu, Sukrosa! :)

1 komentar: