Aku ingin seperti hutan. Ia teduh, tadah untuk segala yang tak sudi sudah diseduh sedih itu. Aku ingin menjadi sepertinya, meneduhkan bayang-bayangmu yang sedari tadi lejar dan payah. Hutan yang rimba, adalah kesetiaan. Luas dan sukar ditakar. Namun seisi hatimu pohon-pohon tumbang, muskil ditumbuhi bebunga mawar.
.
Kenangan membawaku terbang menempuh hari-hari jauh. Hutan yang rimba, taman di tengah-tengah kota, restoran, dan pasar-pasar buah. Hari yang gigil; waktu memberat seperti seorang yang mengenakan mantel bulu.
Aku berharap hari-hari adalah semoga yang lekas sembuh, segala yang memilih usai sebelum hendak dimulai. Aku juga ingin tubuhku tetap utuh, sebab ibuku sering menemuiku tiba-tiba. Aku tak ingin ia bersedih, atau ia akan bersedia mengutuk wanita yang paling aku cintai.
.
Aku tumbuh dan dadaku adalah hutan yang lebat dan tak luput melibatkan kau. Segala yang yang kutampung adalah perihal tampang baik dan burukmu. Borok yang sibuk kau lunasi dengan buru-buru.
Aku tak ingin mencintaimu menjelma laut, ia dingin dan selalu ingin menenggelamkan matamu. Sedang matamu adalah muasal surga, muara puisi-puisi cinta. Aku hanya ingin mencintaimu dan menjadi hutan. Tunas-tunas yang akan tumbuh dan bercabang-cabang, berkejaran dan berlarian. Alangkah teduh! Alangkah indah! Lalu tiba-tiba di rimbun matamu, mengalir sebuah sungai yang berkejaran mencari muara.
Jember, 26 November 2018
((Terimakasih untuk puisi kesekian kalinya, sukrosa.♥️))
Aku menyukai aksara dan puisi, sebab aksara dan puisi tak pernah membiarkanku mencintaimu sendiri.
Senin, 26 November 2018
Minggu, 13 Mei 2018
Ini Tentang Lelakiku, Sukrosa.
saya rasa bukan hal yang mengada-ngada saat Mahatma Gandhi berkata, “Where there is love, there is life.” Sebab, saya paham betul bagaimana rasanya menemukan kembali repih-repih kehidupan yang telah lama hilang disebabkan oleh cinta.
Ini tentang laki-laki saya.
Saya mengenalnya lewat beribu-ribu huruf yang tersebar acak di jagat maya. Di antara derit sajak-sajak sendu yang beradu. Di antara puisi-puisi elegi yang menangisi sepi. Berkelindan sebagai satu yang teristimewa. Laki-laki ini tampan dan rupawan, tetapi bukan putra bangsawan. Laki-lai ini santun dan bersahaja, tetapi bukan putera maha raja.
Pernah dalam beberapa kali kesempatan ia terlihat begitu manja, seperti seorang anak kecil yang tak pernah beranjak dari ketiak ibunya saat bermain. Namun, di lain waktu, ia menjadi seorang laki-laki tangguh yang mandiri dalam memperjuangkan haknya untuk berbahagia. Ia indah dengan caranya.
Ini tentang ia.
Laki-laki yang memiliki keteduhan di dadanya. Rumah yang saya tuju untuk pulang dan merebah lelah. Tempat memakamkan rindu-rindu yang sudah lebam dan membiru dalam pelukannya. Banyak orang bilang bahwa untuk membuat seseorang jatuh cinta adalah dengan membuatnya tertawa, tetapi saya justru jatuh cinta saat melihat ia tertawa. Ada sesuatu —entah bernama apa— yang membuat saya selalu betah menatapnya berkali-kali dan berlama-lama.
Ia adalah seseorang yang bawel dalam urusan mengomeli kecerobohan dan keteledoran saya terhadap hal-hal kecil yang remeh. Seolah kedamaian akan segera padam bila saya lupa membersihkan sisa makanan yang kadang (atau mungkin seringkali) tertinggal di sekitar bibir saya. Ia adalah sebuah perwujudan dari kata teliti (kalau tak mau menyebutnya sebagai perfeksionis). Namun, ia menjadi begitu lembut saat mengusap kepala saya saat segala hal terasa tak waras dan memusingkan. Dekapnya adalah satu-satunya hal paling masuk akal yang saya punya.
Laki-laki ini adalah seorang sabar yang menyabarkan, seorang yang tabah dan menabahkan. Ia selalu mampu memaafkan dan memberi kesempatan, meski saya tahu banyak kesalahan terlewat batas yang saya lakukan, entah saya sengaja maupun tidak. Ia selalu mau memberi saya waktu untuk memperbaiki diri, sebab ia tahu bahwa saya ingin selalu menjadi seseorang yang pantas untuk memperjuangkannya. Ia tak pernah mengungkit kesalahan sebab baginya memaafkan adalah melupakan.
Ini masih tentang ia.
Lelaki cerdas yang memiliki segala. Bagi saya, isi kepalanya adalah kegembiraan pasar malam. Padanya saya tersesat dengan sukarela. Menjadi seorang anak kecil yang riang bermain hingga tak terpikir pulang.
Ini masih tentang lelaki saya.
Seseorang yang selalu mampu menerjemahkan isi kepala saya yang penuh dengan dongeng-dongeng mustahil dan ide-ide gila. Ia tak pernah lesu saat mendengarkan saya bercerita. Ia selalu bisa membuat saya merasa menjadi perempuan hebat saat saya menjadi diri sendiri sebagaimana adanya. Ia tak pernah mengeluh meski segala hal yang saya bicarakan sebenarnya membosankan dan mengherankan. Ia tahu bagaimana cara memuliakan perempuannya.
Ini tentang kau, Sukrosa.
Seseorang yang selalu bisa membuat saya jatuh cinta.
Ini tentang laki-laki saya.
Saya mengenalnya lewat beribu-ribu huruf yang tersebar acak di jagat maya. Di antara derit sajak-sajak sendu yang beradu. Di antara puisi-puisi elegi yang menangisi sepi. Berkelindan sebagai satu yang teristimewa. Laki-laki ini tampan dan rupawan, tetapi bukan putra bangsawan. Laki-lai ini santun dan bersahaja, tetapi bukan putera maha raja.
Pernah dalam beberapa kali kesempatan ia terlihat begitu manja, seperti seorang anak kecil yang tak pernah beranjak dari ketiak ibunya saat bermain. Namun, di lain waktu, ia menjadi seorang laki-laki tangguh yang mandiri dalam memperjuangkan haknya untuk berbahagia. Ia indah dengan caranya.
Ini tentang ia.
Laki-laki yang memiliki keteduhan di dadanya. Rumah yang saya tuju untuk pulang dan merebah lelah. Tempat memakamkan rindu-rindu yang sudah lebam dan membiru dalam pelukannya. Banyak orang bilang bahwa untuk membuat seseorang jatuh cinta adalah dengan membuatnya tertawa, tetapi saya justru jatuh cinta saat melihat ia tertawa. Ada sesuatu —entah bernama apa— yang membuat saya selalu betah menatapnya berkali-kali dan berlama-lama.
Ia adalah seseorang yang bawel dalam urusan mengomeli kecerobohan dan keteledoran saya terhadap hal-hal kecil yang remeh. Seolah kedamaian akan segera padam bila saya lupa membersihkan sisa makanan yang kadang (atau mungkin seringkali) tertinggal di sekitar bibir saya. Ia adalah sebuah perwujudan dari kata teliti (kalau tak mau menyebutnya sebagai perfeksionis). Namun, ia menjadi begitu lembut saat mengusap kepala saya saat segala hal terasa tak waras dan memusingkan. Dekapnya adalah satu-satunya hal paling masuk akal yang saya punya.
Laki-laki ini adalah seorang sabar yang menyabarkan, seorang yang tabah dan menabahkan. Ia selalu mampu memaafkan dan memberi kesempatan, meski saya tahu banyak kesalahan terlewat batas yang saya lakukan, entah saya sengaja maupun tidak. Ia selalu mau memberi saya waktu untuk memperbaiki diri, sebab ia tahu bahwa saya ingin selalu menjadi seseorang yang pantas untuk memperjuangkannya. Ia tak pernah mengungkit kesalahan sebab baginya memaafkan adalah melupakan.
Ini masih tentang ia.
Lelaki cerdas yang memiliki segala. Bagi saya, isi kepalanya adalah kegembiraan pasar malam. Padanya saya tersesat dengan sukarela. Menjadi seorang anak kecil yang riang bermain hingga tak terpikir pulang.
Ini masih tentang lelaki saya.
Seseorang yang selalu mampu menerjemahkan isi kepala saya yang penuh dengan dongeng-dongeng mustahil dan ide-ide gila. Ia tak pernah lesu saat mendengarkan saya bercerita. Ia selalu bisa membuat saya merasa menjadi perempuan hebat saat saya menjadi diri sendiri sebagaimana adanya. Ia tak pernah mengeluh meski segala hal yang saya bicarakan sebenarnya membosankan dan mengherankan. Ia tahu bagaimana cara memuliakan perempuannya.
Ini tentang kau, Sukrosa.
Seseorang yang selalu bisa membuat saya jatuh cinta.
Selamat bertambah usia. Semoga tuhan mengamini doa-doa yang selalu kau eja❤
Terima kasih untuk 1.500+++ hari penuh cerita. Mari menghitung lebih banyak lagi untuk waktu-waktu mendatang yang lebih menyenangkan.Tetaplah bergenggaman dan jangan pernah merenggang.
Sabtu, 12 Mei 2018
Sukrosa
Sukrosa, jadilah
laki-laki paling menjengkelkan di hidupku. Jadilah egois yang selalu ingin
mengalahkanku. Jadilah hangat dan menenangkan. Jadilah manis dengan
sikap-sikapmu yang menyebalkan. yang selalu ingin tampak
baik-baik saja meski hatimu tengah hancur berantakan. Aku tahu kau kuat, namun
kau juga pasti tahu bahwa aku selalu siap menguatkanmu saat kau tercekat.
Sukrosa, sering-seringlah merangkai senyum. Meski terkadang aku
harus berkacak pinggang penuh amarah, karena banyak sekali yang jatuh padamu
kala senyummu merekah.
Lihatlah, entah keberuntungan apa yang semesta berikan, hingga
aku yang kau pilih dari sekian banyak untukmu pilihan. Beri tahu dunia bahwa kamu terlalu pantas untuk
diperjuangkan. Karena kamu memang seindah itu untuk dikagumi tanpa butuh penjelasan
panjang.
Sukrosa, seberuntung itu
aku akhirnya bisa memenangkan kamu.
Karena cacat dan lukaku
yang kau rawat. Karena lemah dan rapuhku yang kau jadikan kuat.
Maka apa lagi yang harus
kucari saat Tuhan telah memberikanku kamu? Tempat dengan ketenteraman seperti
apa lagi yang harus kusinggahi saat kini kamu-duniaku-sedang duduk manis
menatapku?
Sukrosa, beri tahu aku
apa pun yang menjadikanmu gundah. Jadikan aku seseorang yang kauinginkan ada
saat kau mulai resah. Biar aku datang dan mendengarkannya satu-persatu. Akan
kudamaikan kekalutanmu seperti dulu saat kau hampiri aku dan menyelamatkan
seluruh haru biruku.
Jadikan aku satu-satunya
yang melihat kekacauanmu. Agar hanya aku yang mengerti dirimu. Luapkan
kegagalanmu seluruhnya dalam pelukanku.
Biar dunia melihatmu
sebagai hati yang tak pernah kecewa. Biar dunia mengingatmu sebagai laki-laki
yang sempurna.
Terima kasih karena
telah menemukanku. Terima kasih, karena perempuan itu adalah aku :)
Langganan:
Postingan (Atom)