Selasa, 20 Agustus 2019

Teruntuk Ibu

Ibu mengajariku untuk berkelana. pergi sejauh-jauhnya dalam mencari makna. terbata mengeja setiap genap ganjil dunia. mengamati tingkah polah orang-orang asing yang kutemui. tentang cerita luar biasa yang terdapat di dalam mereka. tentang seorang perempuan tua yang suatu sore membelah senja menuju anaknya. tentang bapak tua yang tergopoh membawa beban di pundak. tentang sepasang muda yang saling mendekap lalu merentangkan pelukan. tentang yang pergi dan kembali. juga tentang sepi dan kehilangan tanpa salam perpisahan.

ibu mengajariku untuk selalu kuat melawan ombak. seperih pedih apapun luka, pada akhirnya akan menjadi masa lalu juga. seperti sebuah kisah menarik yang kutemui dari seorang bapak tua pengayuh becak. tentang senyumnya yang tetap sumringah, meski kakinya berdarah-darah. 'demi anak dan ibunya, semua tak ada apa-apanya,' katanya.

ibu mengajariku untuk selalu pulang. sejauh-jauh kaki melangkah, tempat ternyaman untuk kembali adalah rumah. untuk merebahkan kepala sambil menceritakan kisah-kisah hebat yang sudah kudapatkan. menikmati sisa usia dengan kedewasaan pikir dan kerendahan hati. menjadi seorang sederhana yang mengenal siapa dirinya.


Pada segalamu aku belajar banyak hal. Keteguhan, ketulusan, ketegaran, kesetiaan untuk percaya bahwa sabar dan syukur adalah sebaik-baiknya penerimaan. Aku telah jauh melangkah. Perlahan menyusuri jejak-jejak impian. Tertatih mengemas usaha untuk mewujudkan. Bersama lirih-lirih doa yang kau ajarkan. "Doa adalah senjata orang beriman. Maka jangan angkuh dan pongah merasa bahwa segala dapat kauupayakan sendirian. Serahkan pada Tuhan yang menciptakan segala kekuasaan."


Jakarta, 20 Agustus 2019