Kau datang tanpa mengetuk, lalu masuk seolah tempat itu sudah kau anggap
menjadi milikmu. Kau obati luka ini tanpa peduli bahwa detakku mulai
berpacu sekian kali lebih cepat. Kau perbaiki sisi lain dari hati untuk
dinyamankan hingga membuatku tercekat.
Entah apa maksudmu, tetapi
aku hanya menikmati tanpa bertanya sama sekali. Aku merasa cukup pintar
untuk merasa beruntung, namun cukup bodoh untuk membiarkannya tenggelam
dalam bingung.
Kau menempati tanpa permisi, bersikap seolah
semua ini sudah lama kau miliki. Kehadiranmu lambat laun menjadi sebuah
kebutuhan untuk dipenuhi, seperti keharusan untuk tetap di sini sampai
nanti. Hingga waktu yang tak pernah kita sepakati awal dan akhirnya,
hingga rasa yang tak pernah kita setujui akan bermukim dan menguasai
sisi hati sebelah mana.
Dan tibalah waktu di mana aku harus
dihukum atas kelalaianku sendiri. Pada sebuah rasa yang aku biarkan
tumbuh mengakar, yang kini telah mendominasi relung hati sebagian besar.
Kau
terburu-buru berkemas hingga lupa memasukkan luka ini pergi bersamamu.
Kau mengemasi semua rasa nyaman dalam sekoper harapan, kau alaskan
kakimu dengan sepasang alasan, dan kau duduk di atas keegoisan sembari
menunggu jadwal keberangkatan~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar